ANALISIS RESENSI
NOVEL
“ Daun yang Jatuh
Tak Pernah Membenci Angin”
Karya :
Tere Liye
IDENTITAS BUKU
1.
Judul Buku :
“Daun Yang Jatuh Tak Pernah
Membenci Angin”
2.
Katagori :
Fiksi
3.
Jenis Buku : Novel
4.
Ukuran : 20 cm
5.
Jumlah Halaman :
264 Halaman
6.
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
7.
Tahun terbit : 2010
SINOPSIS
Tania menceritakan kisahnya dan mendeskripsikan dirinya sendiri
seperti apa serta bagaimana kehidupannya. Sepeninggal ayahnya, mereka tinggal
di rumah kardus sampai akhirnya Tania dan Dede bertemu dengan malaikat mereka
yaitu Danar di sebuah bus tempat mereka mengamen. Danar begitu
baik sehingga keluarga ini menganggapnya seperti malaikat. Tania sangat mengagumi
Danar karena selain baik, Danar juga memiliki wajah yang menawan.
Setelah mengenal Danar, kehidupan Tania, Dede, dan ibunya
berubah yang awalnya tinggal di rumah kardus, sekarang tinggal di rumah kontrakan
yang di biayai oleh Danar. Tania dan Dede bisa melanjutkan sekolah kembali. Danar dan
Tania pun semakin dekat seperti keluarga, bahkan Danar pun sering mengajak
Tania dan Dede untuk pergi ke toko buku yang terletak di Jalan Margonda Raya,
hingga tempat tersebut menjadi favorit bagi mereka, karena disana mereka bisa
bertukar cerita, melamun, mengkhayal dan menikmati indahnya malam dari dinding
kaca lantai dua toko buku tersebut.
Seiring berjalannya waktu, hubungan mereka semakin erat. Sampai
akhirnya Danar membawa seorang wanita yang bernama Ratna yang membuat Tania
menjadi kesal. Semenjak itu, Tania mulai mengenal kata cemburu meskipun usia
Tania baru 12 Tahun.
Beberapa bulan kemudian, datanglah satu cobaan besar lagi
untuk Tania. Cobaan yang membangun dirinya menjadi pribadi yang lebih kuat.
Cobaan tersebut adalah ibunya jatuh sakit dan dokter memvonis bahwa ibunya terkena
kanker paru-paru stadium IV. Akhirnya seminggu sebelum usia Tania yang ke-13
tahun, ibunya meninggal dunia. “Bagaikan Daun yang jatuh tak pernah membenci
angin”, dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja tak melawan dan mengiklaskan
semuanya, begitulah semangat yang diberikan Danar kepada Tania.
Setelah sepeninggal ibunya, Tania kecil harus belajar dengan
giat agar dapat meraih kesuksesesan dan mampu menaikkan derajat keluarganya. Hingga akhirnya Tania mendapat beasiswa ASEAN scholarship untuk melanjutkan pendidikan junior high school atau SMPnya di Singapura. Tania tumbuh dewasa di Negeri orang.
Hari demi hari terlewati. Tania tumbuh menjadi gadis yang semakin
besar dan dewasa. Dia terus belajar dengan giat demi mencapai kesuksesan. Tania harus mengerjakan laporan akhir aktivitas sosial senior high school untuk kelulusannya. Sebagai
penerima beasiswa, Tania harus menulis laporan tentang permasalahan negara
masing-masing. Dia diberikan tiket pulang pergi ke Jakarta, dan melakukan riset
selama dua minggu. Tapi Tania tidak memberitahukan kepulangannya kepada Danar.
Hingga tiba hari kelulusan Tania di senior high school . Dede, Danar, dan Ratna ternyata datang
ke sekolah Tania. Di hari itu Tania mendapatkan kabar baik, karena prestasi
yang telah diraihnya. Tania di beri kursi kelas terbaik semester depan di NUS. Sayangnya semua kabar itu tertutup
begitu saja pada saat Danar memutuskan untuk menikah dengan Ratna. Sejak saat
itu, Tania memutuskan untuk tidak pulang ke Indonesia, lebih tepatnya untuk tidak
menghadiri pernikahan Danar. Tania
tidak mau datang karena Tania menganggap Danar mencintainya, namun realitanya
Malaikat itu tak pernah mencintainya. Padahal Tania sudah berusaha untuk
menjadi yang terbaik, menuruti semua perkataannya, dan tumbuh menjadi gadis
yang cantik, cerdas, dan dewasa.
Pelan-pelan Tania menunjukkan perubahan
sifatnya kepada Danar. Tania seolah menghindari Danar dan tidak mau pulang saat pernikahannya. Hal ini lantas membuat lelaki jakun
itu gelisah. Lalu Ratna memutuskan untuk pergi
ke Singapura membujuk Tania agar bisa pulang dihari pernikahannya. Tetapi
usahanya pun sia-sia.
Setelah pernikahan itu terjadi, Tania maupun Danar tidak
pernah menghubungi satu sama lain. Agar tidak terlalu memikirkan hal tersebut
dan berlarut dalam kesedihan, Tania selalu aktif bekerja, baik mengikuti
organisasi sampai membuka sebuah
toko kue.
Beberapa bulan kemudian, Tania mendapat kesempatan untuk
berlibur. Tania memutuskan untuk berpulang kampung secara diam-diam. Meskipun Tania merahasiakan
kepulangannya kepada Danar, namun entah kenapa Danar mengetahuinya. Pada saat Tania berziarah ke pemakaman Ibunya, Dede, Danar,
Ratna, dan Adi (salah satu teman Tania sejak ASEAN scholarship dulu) juga pergi ke ziarah makam ibu
Tania. Pada saat di pemakaman Dede mengatakan “ Ibu pergi bukan karena tidak
sayang lagi pada Dede. Ibu pergi untuk mengajarkan sesuatu.” Dia mengerti
sekarang bahwa hidup itu harus menerima, mengerti dan memahami. Tak peduli
lewat apa penerimaan, pengertian, dan pemahaman itu datang.
Setelah menghabiskan waktu liburannya di
Indonesia, Tania harus kembali ke Singapura untuk melanjutkan kuliahnya. Akhirnya Tania lulus kuliah sesuai jadwal, dengan nilai yang
baik dan saat hari wisuda tiba, dia hanya sendiri tanpa di dampingi Dede,
Danar, ataupun Ratna. Saat itu, tiba-tiba Ratna memberitahu Tania
lewat chatingan bahwasannya ada keganjilan dari Danar selama enam bulan
terakhir ini yang jarang berbincang dengannya, Danar lebih banyak diam dan
sering pulang larut malam.
Akhirnya Tania memutuskan untuk pulang ke Indonesia
menanyakan secara langsung kepada Danar apa yang sedang terjadi sebenarnya. Namun sebelum Tania bertanya kepada
Danar, Dede menceritakan semua yang ia tahu selama ini kepada Tania,
bahwa Danar juga memiliki perasaan yang sama seperi Tania. Danar
menuliskan perasaannya dalam novel “Cinta Pohon Linden” yang tidak pernah
selesai ia tulis. Perbedaan usia yang cukup jauh membuat Danar merasa tidak
pantas mencintai Tania. Tidak seharusnya ia mencintai gadis kecil seperti
Tania.
Lalu Tania memutuskan untuk menemui Danar di bawah Pohon
Linden dan menanyakan perasaan dia kepadanya. Tania memberi tahu Danar tentang perasaan Tania kepadanya. Setelah memberitahukan hal tersebut, mereka sama-sama
tahu perasaan masing-masing, namun semua sudah
terlambat. Biar bagaimanapun, Danar telah menikah dengan Ratna. Akhirnya Tania
kembali ke Singapura dan memutuskan untuk meninggalkan semua cerita cintanya
dan tidak akan kembali lagi.
UNSUR INTRINSIK
Unsur
intrinsik adalah unsur utama yang membangun cerita dari dalam. Unsur intrinsik
meliputi :
A.
Tema :
Tema ialah ide/ inti persoalan utama
dalam novel. Tema berisikan gambaran luas tentang kisah yang akan diangkat
sebagai cerita dalam novel. Sedangkan tema dalam novel ini yaitu cinta yang tak harus memiliki, karena
novel ini menceitakan tentang seorang anak yang mencintai pria sedangkan pria
tersebut sudah memiliki istri. Namun hubungan antara anak dan pria tersebut
tetap berjalan dengan baik
B.
Alur
:
Alur
ialah rangkaian peristiwa dalam cerita dari awal sampai akhir cerita. Alur
terdiri dari 3 macam yaitu :
1. Alur
maju : rangkaian peristiwa
diutarakan secara urut mulai awal sampai akhir cerita
2. Alur
mundur : peristiwa-peristiwa yang
menjadi bagian penutup diutarakan terlebih dahulu, baru menceritakan
peristiwa-peristiwa pokok melalui kenangan/masa lalu salah satu tokoh
3. Alur
Campuran : peristiwa-peristiwa pokok diutarakan. Dalam pengutararaan
peristiwa-peristiwa pokok, pembaca diajak mengenang peristiwa-peristiwa yang
lampau,kemudian mengenang peristiwa pokok ( dialami oleh tokoh utama) lagi.
Sedangkan alur dalam novel Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci
Angin ini termasuk alur campuran,karena pada awal cerita alur yang digunakan
adalah alur mundur kemudian pada akhir cerita menjadi campuran. Dalam novel ini
ceritanya sering mengkisahkan cerita sorot-balik/flash-back.
Cerita dalam novel ini adalah
seorang perempuan bernama Tania yang sedang berada di lantai dua toko buku
terbesar di kotanya yang akan menemui Danar seorang malaikat yang Tania cinta
di rumah kardus tempat selama tiga tahun dulu ia merasakan kehidupan yang
miskin dan merasakan kehidupan yang menyesakkan. Sebelum Tania menemui Danar,
Tania menceritakan masa lalunya, kisahnya, pengalamannya sendiri, mengapa pada
saat itu Tania berada dilantai dua toko buku dan akan menemui Danar. Menceritakan
awal kemiskinan dan kehidupan yang menyesakkan, kemudian menceritakan awal
pertemuan dengan Danar, menceritakan bagaimana perasaannya tumbuh subur kepada
Danar, menceritakan tentang pendidikannya, cinta yang terpendam, dan semuanya
kisah masa lalu diceritakannya malam itu sebelum Tania menemui Danar untuk
menanyakan tentang semua hal yang tak pernah Tania mengerti
§ Peristiwa/tahap
awal (perkenalan)
Peristiwa itu terjadi ketika Tania
dan Dede sedang mengamen di atas bus kota. Tiba-tiba telapak kaki
Tania tertusuk paku payung. Kemudian dengan muka yang amat menyenangkan Danar
menolong Tania, mencabut paku payung yang menancap pada telapak kakinya dengan
penuh kehangatan. Danar membersihkan darah yang bercucuan dengan
ujung sapu tangan yang dikeluarkan dari saku celananya. Ia juga memberikan uang
sepuluh ribuan kepada Tania dan Dede menyarankan untuk membeli obat merah.
“Namun, baru setengah jalan. Oh,
Ibu, ada paku payung tergeletak di tengah-tengah bus. Aku tak tahu bagaimana
paku payung tersebut ada di situ. Bagian tajamnya menghdap ke atas begitu saja,
dan tanpa ampun seketika menghujam kakiku yang sehelai pun tak beralas saat
melewatinya.” (Hal. 22)
“Jangan ditekan-tekan,” dia
menegurku yang justru panik mencet-mencet telapak kaki.” (Hal. 23)
“Dia beranjak dari duduknya,
mendekat. Jongkok di hadapanku. Mengeluarkan saputangan dari saku celana.
Meraih kaki kecilku yang kototr dan hitam karena bekas jalanan. Hati-hati
membersihkannya dengan ujung sapu tangan. Kemudian membungkusnya perlahan-lahan.
Aku terkesima, lebih karena menatap betapa putih dan bersihnya saputangan itu.”
(Hal. 23-24)
“Saat kami akan turun, dia
memberikan selembar uang sepuluh ribuan, “Untuk beli obat merah.”
Saat pertemuan di bus itulah semua
berawal, semua permasalahan kehidupan dan permasalahan hati itu berawal, cerita
yang takkan pernah usai. Dengan seorang malaikat penolong keluarga Tania.
Perasaan yang tak pernah terungkapkan, perasaan terhadap seseorang dengan usia
terlampau jauh 14 tahun. Semua kebaikan dan pertolongan Danar kepada Tania,
Dede, dan Ibu membuat Tania merasa kagum terhadap Danar. Seorang pria yang
mempunyai hati seperti malaikat itulah yang membuat perasaan Tania dari rasa
kagum menjadi cinta. Perasaan itu tumbuh begitu saja.
§ Konflik
Ketika Danar mengajak teman
wanitanya, Ratna. Dan memperkenalkan wanita itu kepada Tania, Dede, dan Ibu.
Semenjak perkenalan itulah konflik itu perlahan muncul, Tania merasa diabaikan,
tersisihkan, karena kehadiran “cewek artis” itu. “siang itu dia mengajak teman wanitanya. Namanya Ratna. Aku
memanggilnya “Kak Ratna”, karena teman wanitanya tersebut memnintanya demikian,
“Panggil saka Kak Ratna ya, Tania!”
(Hal. 39)
“sepanjang kami di Dunia Fantasi,
Kak Ratna selalu berdiri di sebelahnya. Berjalan bersisian, bergandengan
tangan. Mesra.” (Hal. 39)
“seketika hati kecilku tidak terima.
Sakit hati! Bukankah selama ini kalau kami pergi entah ke mana, akulah yang
lengannya didenggam? Akulah yang pundaknya dipegang? Akulah yang kepalanya
diusap? Itu jelas-jelas posisiku!.” (Hal. 39)
Kemudian musibah lain menimpa
mereka, Ibu meninggal dikarena penyakit yang dideritanya. Seketika Tania dan
Dede merasa sangat kehilangan. Dulu ayah yang meninggalkan mereka, sekarang Ibu
pun meninggalkan mereka. Semua itu sangat menyesakkan, Ibu meninggalkan Tania
yang masih berusia tiga belas tahun dan dede yang berusia delapan tahun.
Seharusnya pada masa-masa seperti itulah mereka membutuhkan perhatian dan kasih
sayang dari kedua orang tua dan juga janji masa depan yang indah. Namun Tania
dan Dede mampu melewatinya, mereka tidak pernah membenci takdir Tuhan, sama
seperti daun yang tidak membenci angin.
“Aku tak tahu apa maksudnya. Karena
sekejap kemudian Ibu sudah jatuh tertidur.”
(Hal. 60-61)
“Aku tidak percaya angaka tiga belas
membawa sial, takdir, sore itu Ibuku meninggal. Pergi selama-lamanya dari kami.”
(Hal. 61)
§ Klimaks
Pada saat graduation day hari
kelulusan Tania, tiba-tiba Danar datang dan menyaksikan kelulusan Tania yang
dicintainya. Namun Danar tidak sendiri, dia datang bersama Ratna, pacarnya.
Kemudian Danar dan Ratna memberitahukan kepada Tania bahwa mereka memutuskan
untuk menikah tiga bulan lagi, dan itu membuat Tania kaget dan benar-benar
tidak terima atas kenyataan itu.
“Kami akan menikah, Tania!” Dia
tersenyum. Kak Ratna mesra memegang tangannya. Ikut tersenyum. Menatap bahagia.
Aku tersedak. Buru-buru mengambil gelas air putih di hadapanku” (Hal. 131)
Setelah mendengar kabar yang sangat
menyesakkan itu Tania tidak akan pulang, tidak akan datang ke acara pernikahan
Danar dan Ratna. Karena Tania sangat membenci pernikahan mereka. Bagaimana bisa
Tania menyaksikan seseorang yang sangat dicintainya mengucapkan ijab qobul
untuk wanita lain? Dan ketidakpulangan Tania untuk menghadiri acara pernikahan
Danar dan Ratna berpengaruh sangat besar. Meski Dede, Danar, dan Ratna selalu
membujuk Tania untuk pulang meski hanya sehari saja, Tania tetap tidak akan
merubah keputusannya. Tania tidak akan pulang, tepatnya Tania tidak mau
menghadiri pernikahan itu.
“Urusan pulang atau
tidaknya aku menjadi masalah besar. Dua minggu sebelum pernikahan, aku menabuh
gendering perang: aku tidak akan
pulang. Dia dan Kak Ratna berkali-kalikirim e-mail atau chating bertanya, aku
hanya menjawab pendek. Tania
sibuk. Maaf tak bisa pulang. (Hal. 140-141)
Selama persiapan menjelang
pernikahan Danar dan Ratna Dede selalu mengabari Tania lewat e-mail/chating
tentang semua persiapan pernikahan mereka sambil bertanya apakah kakak
tercintanya akan pulang atau tidak. Tania tetap pada keputusannya, tidak akan
pulang.
Bahkan seminggu sebelum pernikahan
itu berlangsung Danar menelpon Tania untuk memastikan Tania untuk pulang
menghadiri acara pernikahan dengan wanita yang tidak pernah Danar cintai. Dalam
telepon itu pun Danar berusaha keras membujuk Tania untuk pulang sampai
terdengar suaranya paruh seperti menahan tangis. Menarik napas dalam-dalam,
mengeluh atas keputusan Tania. Namun Danar tetap optimis dan berharap Tania
memikirkan kembali dan memutuskan untuk pulang. Sepanjang telpon itu Tania pun
sama mendesis menahan tangis, menahan rasa yang tak tertahankan. Berulang kali
menyeka air mata, berusaha tak menampakkan kesedihannya lewat suara pada
telepon. Kedua insan itu sama-sama menahan rasa yang tak tertahankan, berusaha
menahan rasa pertanyaan yang tak pernah terjawabkan.
Pada hari itu, pernikahan pun
berlangsung seperti biasanya penikahan. Danar mengucapkan ijab qobul dan Ratna
tersenyum bahagia. Meski tanpa kehadiran Tania. Namun ada yang ganjil pada
perilaku Danar yang bahkan sangat membuat Dede tak mengerti dengannya.
Rumah tangga Danar dan Ratna pun
berjalan dengan baik, mereka tinggal satu rumah, Dede, Danar, dan Ratna. Tania
pun mengetahuinya dari Dede, dan Tania pun semakin berkeras kepala untuk tidak
pernah pulang. Namun beberapa bulan kemudian Danar dan Ratna memutuskan utnuk
mengontrak rumah lagi, membiarkan Dede di rumah sendirian. Dan beberapa bulan
kemudian tiba-tiba Ratna menceritakan kalutnya dalam rumah tangga mereka kepada
Tania melalui e-mail, Tania benar-benar terkejut atas pengakuan Ratna dan Tania
pun bingung entah apa yang harus dia lakukan. Tania benar-benar tidak mengerti
kenapa pria sebijaksana dan yang mempunyai hati malaikat bisa melakukan hal
seperti itu, membuat istrinya menangis, selalu pulang larut malam, dan
berperilaku tidak selayaknya kepada soerang istri, Ratna. Dan Ratna akhirnya
memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya membiarkan Danar sendirian untuk
sementara. Semua e-mail yang Ratna kirimkan kepada Tania, semuanya terasa
begitu menyesakkan bagi Tania. Timbul beberapa pertanyaan, mengapa, mengapa,
dan mengapa? Kemudian Tania memutuskan untuk pulang membantu rumah tangga kakak
yang dulu pernah dicintainya, Danar. Setidaknya Tania mengetahui apa yang
terjadi pada rumah tangga kakaknya, malaikat yang telah merubah kehidupannya,
yang selalu menjanjikan masa depan yang lebih baik.
Tania pun tiba di kota yang sangat
memberikan kesan kepadanya. Akhirnya Tania pun begegas untuk segera menemui
Danar di tempat rumah kardusnya dulu, dan menemukan Danar terpekur di bawah
pohon linden. Dan mereka pun saling mengungkapkan perasaannya, namun yang lebih
tepat Tanialah yang mengutarakan semua tentang perasaan mereka. Semuanya
benar-benar di luar kendali, Tania menangis mendesah tak tertahankan sedangkan
Danar hanya diam dan mengelak. Nada bicara Tania pun semakin menjadi, setelah
sekian lama ia memendam rasa yang menguap di dasar hati, kini Tania
mengungkapkannya tepat di depan rumah kardus tempat dulu ia miskin merasakan
getirnya kehidupan, di bawah pohon linden saksi atas semua saksi. Bertanya,
mengungkapkan, dan meminta pertanggung jawaban atas semua hati yang bersemai di
dalam hatinya, perasaan yang terpendam tak bisa saling memiliki, perasaan yang
membuat kalut semua kehidupan, perasaan yang membutnya seperti sehelai daun
yang luruh ke bumi,sehelai daun yang takkan pernah membenci angin meski
terenggut dari tangkai pohonnya.
“Kau membunuh setiap pucuk perasaan
itu. Tumbuh satu langsung kau pangkas. Besemai satu langsung kau injak.
Menyeruaksatu langsung kau cabut tanpa ampun. Kau tak pernah memberikan kesempatan.
Karena itu tak mungkin bagimu? Kau malu mengakuina walau sedang sendiri?
Bagaimana mungkin kau mencintai gadis kecil ingusan? Pertanyaan itu selalu
mengganggumu” (Hal. 250)
“Tetapi mengapa kau tak pernah
mengakuinya? Mengapa? Saat sweet seventeen, liontin itu mengatakan segalanya.
Tetapi mengapa harus sekarang aku tahu bahwa liontin itu istimewa? Apakah kau
terlanjur mengganggapku seperti adik? Kau merasa berdosa mencintai adik
sendiri? Atau kau membenci dirimu sendiri karena mencintaiku?” (Hal. 150-151)
Pada saat itu lah konflik itu
meninggi, Tania memaparkan semua tentang perhatian, kasih sayang, hadiah
liontin, novel karangan Danar, yang semuanya terlihat bahwa Danar pun mencintai
Tania. Lagi, Danar hanya diam. Membuat keadaan semakin keruh.
§ Penyelesaian
Ketika Tania tahu bahwa Ratna kini
sedang hamil empat bulan, dan memberitahukannya kepada Danar, Tania pun
berbesar hati untuk menerima semua itu, Ratna dan bayi yang dikandungnya pasti
lebih membutuhkan Danar, Tania memutuskan untuk kembali lagi ke Singapura,
mencoba menemukan kehidupan yang lebih baik lagi sesuai nasihat sahabat
tebaiknya Anne. Meninggalkan Dede sendiri, meninggalkan pusara Ibu,
meninggalkan Ratna dan bayinya, juga meninggalkan Danar. Dan Tania tidak akan
pernah kembali lagi ke Indonesia.
“esok lusa mungkin aku akan
menemukan pilihan rasional seperti yang pernah dikatkan Anne. Yang pasti
itubukan Jhony Chan. Aku tak akan penah kembali lagi. Maafkan aku, Ibu. Aku tak
sempat mampirdi pusaramu. Ibu memang tahu segalanya” (Hal. 256)
C.
Latar :
Latar/
setting adalah sesuatu atau keadaan yang melingkupi pelaku dalam sebuah cerita.
Latar dibagi 3 jenis, yaitu :
1.
Latar tempat : latar dimana pelaku berada atau
cerita terjadi. Contoh : di sekolah, di kota, di ruangan, dll
2.
Latar waktu : kapan cerita itu terjadi. Contoh : pagi,
siang,malam, kemarin, dll
3.
Latar suasana : dalam
keadaan dimana cerita terjadi. Contoh : sedih, gembira, dingin, damai, sepi
dll)
Berikut adalah latar dalam novel ini :
1. Latar Tempat :
§ Rumah Kardus Tania
Terbukti
pada kutipan “dan akhirnya sampailah kami kepada pilihan rumah
kardus.” (Hal. 30)
§ Toko buku
Terbukti
pada kutipan “Dinding tembok toko buku
ini” (Hal. 8)
§ Halte
Terbukti
pada kutipan “Sudah empat lagu, bus hampir
tiba di tujuan akhirnya” (Hal. 22)
§ Dunia Fantasi (taman bermain)
Terbukti
pada kutipan “aku, ibu, dan adikku pergi
ke Dunia Fantasi” (Hal. 39)
§ Rumah sakit
Terbukti
pada kutipan “menyuruh
kami mandi di kamar mandi rumah sakit.” (Hal. 57)
§ Tempat pemakaman Ibu Tania
Terbukti pada
kutipan “Aku
tersenyum sambil bersibak, agar mereka berdua bisa merapat ke pusara ibu.”
(Hal. 195)
§ Lingkungan rumah kardus Tania
Terbukti pada
kutipan “Aku, adikku, dan Ibu
sering duduk dibawah rumah kardus kami, menatap pohon yang mekar tersebut
dibawah bulan purnama, seperti malam ini.” (Hal. 232)
§ Toko buku favorit Danar
Terbukti
pada kutipan “Lantai dua toko buku terbesar
kota ini. Sudah setengah jam lebih aku terpekur berdiam diri disini. Mengenang semua kejadian
itu. Mengenangnya.” (Hal. 104)
§ Kontrakan
Danar
Terbukti
pada kutipan
“Sehari setelah ibu meninggal, aku dan adikku pindah ke kontrakannya.” (Hal.
67)
§ Kelas
mendongeng milik Danar
Terbukti
pada kutipan
“..melainkan karena setiap hari Minggu dia membuka kelas mendongeng di
rumahnya..” (Hal. 37)
§ Bandara
Terbukti
pada kutipan
“Ketika tiba di bandara, dia dan Dede sudah menjemputku di lobbi kedatangan
luar negeri.” (Hal. 78)
§ Bandara
Changi
Terbukti
pada kutipan
“Pukul 15.00 aku mengantar mereka ke Bandara Changi” (Hal. 102)
§ Chinatown
Terbukti
pada kutipan
“Kami makan malam di Chinatown” (Hal. 98)
§ NUS
(National University of Singapore):
Terbukti
pada kutipan
“Aku mengajaknya jalan-jalan di Kampus National University of Singapore (NUS)”
(Hal. 100)
§ Toko
buku terbesar di Singapura:
Terbukti
pada kutipan
“buktinya, saat Dede ingin membeli buku-buku di salah satu toko buku terbesar
di Singapura, ia hanya mengangguk, mengiyakan.” (Hal. 96)
§ Auditorium
tempat graduation Tania:
Terbukti
pada kutipan
“ketika aku keluar dari ruangan auditorium, dia memelukku erat-erat.” (Hal.129)
§ kelas
mendongeng yang didirikan Tania:
Terbukti
pada kutipan
“esok paginya saat hari Minggu, setengah hari dihabiskan di kelas mendongeng.
Kami (aku dan Anne) menggunakan salah satu gudang di bangunan flat.
Menyingkirkan semua barang yang tidak perlu menyulapnya menjadi kelas
mendongeng yang nyaman.” (Hal. 176)
2. Latar waktu
§ Pagi
hari
Terbukti
pada kutipan “Besok
pagi-pagi, ibu mengganti perban itu dengan lap dapur, saputangan itu dicuci.” (Hal.
24)
§ Siang
hari
Terbukti
pada kutipan “Kami makan
siang di kantin mahasiswa.” (Hal. 101)
§ Sore
hari
Terbukti
pada kutipan “Aku ingat
sekali, sore hari Minggu itu seperti biasa aku dan adikku pulang lebih lama
dibandingkan anak-anak lain.” (Hal.38)
§ Malam
hari
Terbukti
pada kutipan “malam-malam
duduk didepan kontrakan berlalu percuma.” (Hal. 37)
3.
Latar
suasana
§ Menyenangkan
Terbukti
pada kutipan “Pesta sweet seventeen-ku
hanya seperti itu. (meski bagiku itulah pesta terbaik selama ini)” (Hal. 95)
§ Menyedihkan
Terbukti
pada kutipan Terbukti pada kutipan “Kak..
kenapa Ibu dibungkus?” aku hanya menggeleng lemah. Usianya delapan tahun, dan
ia belum mengerti benar tentang kata “kematian”” (Hal. 62)
§ Mengharukan
Terbukti
pada kutipan “Tahukah kau. Danar tadi
sempat berkaca-kaca mendengar pidatomu.” (Hal. 130)
§ Mengagetkan
Terbukti
pada kutipan “Mukaku memang terlanjur
memerah. Semua ini mengejutkan.” (Hal. 131)
D.
Tokoh
Tokoh ialah individu rekaan pada sebuah cerita sebagai pelaku yang
mengalami peristiwa dalam cerita. Tokoh dibedakan menjadi 3 :
1. Tokoh protagonist : tokoh yang memperjuangkan kebenaran dan kejujuran, serta
memiliki watak yang baik.
2. Tokoh antagonis :
tokoh yang melawan kebenaran dan kejujuran, serta memilki watak yang jelek.
3. Tokoh tritagonis : tokoh pembantu/penengah dalam
cerita baik untuk tokoh protagonis dan antagonis.
Sedangkan dalam novel ini tidak terdapat tokoh
antagonis, tokoh yang digambarkan di
dalam novel ini merupakan tokoh protagonis dan tokoh tritagonis. Tokoh protagonis tersebut yaitu :
·
Tania
·
Danar
·
Dede
·
Ibu
·
Ratna
·
Miranti
·
Adi
·
Jhony
Chan
Sedangkan tokoh tritagonis dalam novel ini yaitu :
·
Anne
·
Ibu-ibu gendut
·
Penjaga toko
E.
Penokohan :
Penokohan
ialah cara pengarang menampilkan tokoh-tokoh
dalam cerita sehingga dapat diketahui karakter atau sifat para tokoh tersebut. Penokohan dapat
digambarkan melalui teknik analitik dan teknik dramatik. Teknik analitik yaitu
cara pengarang menggambarkan tokoh-tokohnya secara langsung. Teknik dramatik
yaitu cara pengarang menggambarkan tokoh-tokohnya dengan tidak langsung.
Sedangkan
penokohan dalam novel ini ialah penokohan dengan teknik dramatik yang
disampaikan melalui pikiran tokoh, percakapan tokoh atau tingkah laku tokoh.
Berikut
adalah karakteristik tokoh dalam novel ini.
1.
Tania
§ Rajin
Hal tersebut terbukti
pada kutipan :
“Aku
dan Dede harus kembali “bekerja”, meskipun dengan kaki pincang” (Hal.24)
“lantas
dengan penerangan lampu teplok yang kerlap-kerlip ditiup angin, aku belajar.
Belajar hingga larut malam” (Hal. 33)
§ Pintar
Hal tersebut terbukti
pada kutipan :
“saat
kenaikan kelas, guru-guru di sekolah memutuskan untuk langsung menaikkanku ke
kelas enam. Loncat setahun. Kata mereka, aku “terlalu pintar”
(Hal. 43)
“Aku
lulus urutan kedua dari seluruh siswa di sekolah. Nomor satu untuk dua puluh
dua penerima ASEAN Scholarship seluruh
Negara. Hasil yang hamper sempurna. Janji yang selalu kupegang. Aku akan
belajar sebaik mungkin” (Hal. 77)
§ Tegar
Hal tersebut terbukti
pada kutipan :
“bagian
inilah yang tak pernah aku diskusikan di internet. Perasaanku. Maka selama tiga
thaun itu, aku memendam semuanya dalam-dalam” (Hal.78)
§ Egois dan keras kepala
Hal tersebut terbukti
pada kutipan :
“dua
minggu sebelum pernikahan, aku menabuh genderang perang: aku tidak akan pulang. Dia dan
Kak Ratna berkali-kalikirim e-mail atau chatting bertanya, aku hanya menjawab pendek. Tania sibuk. Maaf tidak bisa pulang” (Hal. 140-141)
“Adi
yang tahu aku akan pulang ke Jakarta, memutuskan ikut pulang bersama. Aku happy-happysaja ditemani pulang. Aku
bahkan sengaja membawa lebih banyak koper saat tahu
Adi akan ikut” (Hal. 186)
§ Konsisten dan mempunyai prinsip
Hal tersebut terbukti
pada kutipan :
“Semakin
sadis. Menambah semakin banyak daftar korban yang berhasil kuhina. Termasuk
cowok-cowok ganjen Singapura dengan tampang Indo-Melayu yang coba-coba naksir
aku. Rasialis? Peduli amat” (Hal. 182)
§ Pecemburu
Hal tersebut terbukti
pada kutipan :
“Aku
menghela napas. Benci sekali dengan pembicaraan itu. Menatap Ibu sirik. Kenapa
sih Ibu akrab dengan Kak Ratna?” (Hal.
41)
2.
Danar
§ Baik dan ringan tangan
Hal tersebut terbukti
pada kutipan :
“Dia
beranjak dari duduknya, mendekat. Jongkok di hadapanku. Mengeluarkan saputangan
dari saku celana. Meraih kaki kecilku yang kotor dan hitam bekas jalanan.
Hati-hati membersihkannya dengan ujung saputangan. Kemudian membungkusnya
perlahan-lahan” (Hal. 24)
“Dia
rajin seminggu dua kali singgah sebentar di kontrakan baru. Membawakan makanan,
buku-buku untukku, dan permainan buat adikku” (Hal. 35)
§ Perhatian
Hal tersebut terbukti
pada kutipan :
“Kamu
seharusnya pakai sandal” (Hal. 24)
§ Tegar
Hal tersebut terbukti
pada kutipan :
“dia
yatim-piatu sejak bayi (siapa orangtuanya pun tak ada yang tahu). Berjuang di
jalanan untuk meneruskan hidup, sama seperti kamu dulu; mungkin lebih
menyakitkan karena tidak ada yang berbaik hati membantunya. Setapak demi
setapak menancapkan jejak kehidupan. Akhirnya tiba pada jalan baik tersebut.
Sendirian. Aku tahu betapa sulitnya dia harus bersekolah sambil bekerja” (Hal.
148)
§ Sopan
Hal tersebut terbukti
pada kutipan :
“dia
selalu mencium tangan Ibu. Amat hormat pada Ibu” (Hal. 36)
§ Penyayang/social/peduli
Hal tersebut terbukti
pada kutipan :
“setiap Minggu dia membuka kelas mendongeng di
rumahnya, di ruangan depan yang dipenuhi jejeran lemari. Lemari itu penuh buku”
(Hal. 37)
§ Dewasa
Hal tersebut terbukti
pada kutipan :
“Dia
menahan napasnya. Mencoba mengendalikan emosinya” (Hal.
56)
3.
Dede
§ Polos dan lucu
Hal tersebut terbukti
pada kutipan :
“semenjak
itulah aku tahu namanya: Danar Danar. Nama yang aneh, itu komentar Dede. “Nama
Oom kok bias dobel begitu?”
§ Humoris
Hal tersebut terbukti
pada kutipan :
“Cantik
apanya? Rambut panjang. Kuku panjang. Untung Kak Tania nggak punya lubang di
belakang” Dede tertawa senang” (Hal. 45)
§ Amanat/pandai menyimpan rahasia
Hal tersebut terbukti
pada kutipan :
“Dari
siapa?” aku bertanya penasaran kepada Dede. Menyelidik. Adikku pasti tahu semuanya.” (Hal. 102)
§ Pintar
Hal tersebut terbukti
pada kutipan :
“Dede
juga sudah bisa menghafal semua abjad. Bayangkan, hanya dalam waktu satu hari.
Hari pertamanya sekolah. Aku bergumam, bagaimana mungkin adikku tidak hafal,
kalau sepanjang jalan mengamen tadi dia selalu berdengung seperti lebah
menyebutkan satu per satu huruf-huruf tersebut sambil menabuh kencrengan” (Hal.
34)
4.
Ibu
§ Tekun
Hal tersebut terbukti
pada kutipan :
“Seminggu
kemudian Ibu mulai bekerja, menjadi tukang cuci di salah satu laundry mahasiswa” (Hal 34-35)
§ Perhatian
Hal tersebut terbukti
pada kutipan :
“Ibu
sibuk mengingatkanku untuk beranjak tidur. Aku menjawabnya singakat belum
mengantuk. Setengah jam sekali Ibu menyuruh tidur” (Hal. 34)
§ Rendah hati
“Nak
Danar, rasanya Ibu sulit membayangkan Tania bisa bersekolah di sana. Di luar
negeri. Bersekolah lagi saja sudah syukur” (Hal. 66)
5.
Ratna
§ Ramah
Hal tersebut terbukti
pada kutipan :
”Kenapa kalian tidak mengajak Ibu, Kak Ratna, dan Kak
Danar naik Bianglala?” Kak Ratna bertanya sambil tersenyum” (Hal. 42)
§ Sabar
Hal tersebut terbukti
pada kutipan :
“Aku
meneriaki Kak Ratna keras sekali. Kak Ratna tidak marah, bahkan berkaca-kaca
matanya” (Hal.
56)
§ Perhatian/ringan tangan
Hal tersebut terbukti
pada kutipan :
“Kak
Ratna pagi-pagi datang mengantarkan pakaian ganti. Menyuruh kami mandi di kamar
mandi rumah sakit. Kak Ratna bahkan sibuk membantu Dede berganti pakaian” (Hal.
57)
6.
Miranti
§ Ringan tangan
Hal tersebut terbukti
pada kutipan :
“Miranti yang
dulu membantu Ibu membesarkan usaha kue. Aku tersenyum senang. Ibu juga pasti
senang mendengar kabar ini di surga” (Hal. 99)
§ Tidak Sombong
Hal tersebut terbukti
pada kutipan :
“Miranti baik
sekali memutuskan untuk tetap menggunakan nama Ibu di sana “WH Bakery”,
meskipun 100% kepemilikan toko tersebut sudah ditangannya. Miranti bahkan masih
menyisihkan sebagian besar uang untuk Dede” (Hal. 183)
7.
Anne
§ Sahabat yang baik
Hal tersebut terbukti
pada kutipan :
“Anne tahu
seluruh ceritanya. Aku memang dekat dengannya. Anne satu-satunya sahabatku di
Singapura. Sahabat yang baik”
§ Setia kawan
Hal tersebut terbukti
pada kutipan :
“Anne juga
sedang di sana (Anne selalu menemaniku di hari-hari buruk itu; dia memang teman
yang bisa diandalkan” (Hal. 147)
8.
Adi
§ Sabar
Hal tersebut terbukti
pada kutipan :
“Adi juga
bersabar untuk tidak terlalu melangkah jauh. Bersabar menunggu. Bersabar dengan
semua proses” (Hal. 186)
§ Berani
Hal tersebut terbukti
pada kutipan :
“Ketahuilah,
Tania, aku bisa mengehentikan hujan ini… Tetapi itu hanya bisa kulakukan jika
aku tidak sedang dengan seseorang yang kucintai…. Dan mala mini aku sepertinya
tidak bisa menghentikannya….” Adi serius menatapku” (Hal. 14)
9.
Jhony
Chan
§ Pantang menyerah
Hal tersebut terbukti
pada kutipan :
“Si Jhony Chan
itu juga semakin menyebalkan. Dia beberapa kali terang-terangan mengajakku
jalan bareng” (Hal. 108)
10. Ibu-ibu gendut (Mrs. G)
§ Tegas
Hal tersebut terbukti
pada kutipan :
“Ibu-ibu gendut,
orangnya jauh dari asyik. Terlalu banyak mengatur. Spk disiplin dan pecinta
aturan” (Hal. 72)
11. Penjaga toko buku
§ Ramah
Hal tersebut terbukti
pada kutipan :
“Karyawan cowok
yang tadi menegurku di lantai dua berdiri menunggu angkutan umum” (Hal. 161)
F.
Sudut
Pandang :
Sudut pandang adalah posisi/kedudukan pengarang
dalam membawakan cerita.
Sudut pandang dibedakan atas :
1. Sudut pandang
orang pertama : pengarang
berfungsi sebagai pelaku yang terlibat langsung dalam cerita, terutama sebagai
pelaku utama. Pelaku utamanya (aku, saya, kata ganti orang pertama jamak :
kami, kita)
2. Sudut pandang
orang ketiga : pengarang berada di
luar cerita, ia menuturkan tokoh-tokoh di luar, tidak terlibat dalam cerita.
Pelaku utamanya (ia, dia, mereka,kata ganti orang ketiga jamak, nama-nama lain)
Sedangkan dalam novel ini menggunakan sudut pandang orang pertama sebagai pelaku
utama,karena di dalam cerita novel tersebut, pengarang memakai kata aku.
G.
Gaya
Bahasa :
Gaya bahasa adalah cara bagaimana
pengarang cerita mengungkapkan isi pemikirannya lewat bahasa-bahasa yang khas
dalam uraian ceritanya sehingga dapat menimbulkan kesan tertentu.
Sedangkan dalam novel ini,
macam-macam gaya bahasa tersebut adalah
§ Hiperbola
Hiperbola adalah
gaya bahasa yang menyatakan sesuatu secara berlebihan.
Dalam novel ini
dapat dibuktikan dalam kutipan berikut :
“Demi
untuk membaca e-mail yang berdarah-darah itu, esoknya aku memutuskan untuk
pulang segera ke Jakarta” (Hal. 230)
§ Metafora
Metafora adalah gaya bahasa yang
memiliki kata yang bukan arti sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang
berdasarkan persamaan atau perbandingan.
Dalam novel ini dapat dibuktikan dalam kutipan
berikut :
“Bagian
tajamnya menghadap ke atas, kemudian tanpa ampun menghunjam kakiku yang sehelai
pun aku tak beralas saat melewatinya.” (Hal. 22)
§ Personifikasi
Personifikasi
adalah gaya bahasa yang memberikan sifat-sifat manusia pada benda mati.
Dalam novel ini dapat dibuktikan dalam kutipan
berikut :
“Menuju
ke tempat rumah kardus ini kami dulu berdiri kokoh dihajar derasnya huja,
ditimpa terik matahari.” (Hal. 231)
“Hujan
deras turun telah membungkus kota ini” (Hal. 13)
§ Asosiasi
Gaya bahasa
asosiasi adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berbeda, tapi
dianggap sama.
Dalam novel ini dapat dibuktikan dalam kutipan
berikut :
“Mobil beringsut
seperti keong” (Hal. 65)
H.
Amanat :
Amanat adalah pesan moral yang
ingin disampaikan penulis kepada pembaca berupa nilai-nilai luhur yang dapat
dijadikan contoh atau teladan.
Sedangkan amanat yang
terkandung dalam novel ini adalah :
§ Tidak semua yang kita inginkan dapat tercapai jadi
kita tidak boleh memaksakan kehendak.
§ Kita tidak boleh menyerah begitu saja dengan apa
yang kita inginkan, percayalah apa yang kita lakukan pasti ada manfaatnya.
§ Segala sesuatu sudah ada yang mengatur, yang perlu
kita lakukan hanyalah berusaha dan berdoa agar semua menjadi baik.
§ Setiap manusia pasti pernah merasakan kehilangan dan
itu sangat menyakitkan, cara satu-satunya adalah mengikhlaskan.
§ Cinta tak dapat datang dan pergi begitu saja, tetapi
memberikan pelajaran bagi kita untuk bagaimana mempertahankan.
§ Apapun yang kita alami, jangan pernah menyalahkan
keadaan.
UNSUR EKSTRINSIK
Unsur ekstrinsik adalah unsur yang
berada diluar karya sastra yang dapat dijadikan pembentuk sebuah karya sastra.
Sedangkan unsur ekstrinsik dalam novel ini adalah :
A.
Biografi
Pengarang
Biografi pengarang pada unur
ekstrinsik adalah hal-hal yang menyangkut asal-usul dari pengarang, karena
unsur ini berpengaruh pada isi dari novel pengarang tersebut.
Berikut
adalah biografi tentang penulis :
Tere
Liye, lahir
di Sumatera
Selatan, 21 Mei 1979. Tere Liye adalah orang yang cukup misterius. Kisah
hidupnya tidak terlalu banyak diekspos. Hal tersebut sepertinya memang sengaja
dilakukan untuk menjaga kehidupan pribadinya. Ia tidak gemar tampil di layar
kaca dan melakukan upaya eksistensi dengan membuat sensasi yang kerap dilakukan
oleh para publik figur lainnya. Sosoknya yang sederhana memukau banyak orang. Ia dikagumi
oleh para pecinta novel karena gaya khasnya dalam menyampaikan sebuah kisah
sangat mudah dipahami dengan bahasa yang mudah diterima. Meskipun dinobatkan
sebagai penulis terkenal dengan buku-buku yang best seller namun ia tidak
memanfaatkannya untuk sekedar mencari popularitas.
Beberapa
karyanya yang pernah diangkat ke layar kaca yaitu Hafalan
Shalat Delisa dan Moga
Bunda Disayang Allah. Meskipun dia bisa meraih
keberhasilan dalam dunia literasi Indonesia, kegiatan menulis cerita sekedar
menjadi hobinya saja karena setiap hari harus bekerja di kantor sebagai seorang
akuntan.Tere Liye lahir pada 21 Mei 1979 dari keluarga sederhana yang orang
tuanya berprofesi sebagai petani biasa dan tumbuh dewasa di pedalaman
Sumatera.Tere Liye meyelesaikan masa pendidikan dasar hingga menuju pendidikan
menengah di SDN 2 dan SMN 2 Kikim Timur, Sumatera Selatan.
Kemudian, ia melanjutkan ke SMUN 9 Bandar Lampung. Setelah selesai di Bandar
Lampung, ia meneruskan studinya ke Universitas Indonesia dengan mengambil
Fakultas Ekonomi.
Sebenarya
Tere Liye adalah bukan nama asli. melainkan hanya nama pena yang selalu disematkan dalam
setiap novelnya. Nama aslinya diketahui dengan panggilan Darwis. Nama Tere Liye
berasal dari bahasa India yang berarti “untukmu”.
B.
Situasi
dan Kondisi
Situasi
dan kondisi secara langsung atau tidak langsung akan berpengaruh kepada hasil
novel tersebut. Terre Liye lebih menyukai cara mengutarakan perasaan dengan
cara menulis, sehingga Terre liye jarang tampil di depan public. Terre Liye
terbiasa menulis novel tentang percintaan dengan gaya bahasa yang mudah dipahami. Dalam novel ini Terre Liye kembali
menceritakan tentang kisah percintaan.
C.
Nilai-nilai
dalam cerita
Dalam
sebuah karya sastra, terkandung nilai-nilai yang disisipkan oleh pengarang.
Nilai-nilai itu antara lain :
§ Nilai moral.
Nilai moal memberi pengetahuan kepada kita bahwa sesuatu yang terlihat
sulit nyatanya tidak sesulit yang kita lihat jika kita ingin bersungguh sungguh
mencapainya.
seperti dalam novel, tokoh Tania yang pantang menyerah menjalani hidupnya
walau banyak rintangan yang menghalanginya. Hal tersebut terbukti pada kutipan “Aku menyeka sudut mataku yang berair.
Tidak. Aku sudah berjanji kepada Ibu untuk tidak pernah menangis. Apalagi
menangis hanya karena mengingat semua kenangan buruk itu.” (Hal. 31)
§ Nilai Sosial.
Nilai
moral yaitu nilai-nilai dalam cerita yang berkaitan dengan akhlak. Macam-macam
nilai moral dalam cerita adalah nilai moral baik dan nilai moral buruk.
Dalam novel ini, nilai tersebut terbukti pada kutipan “besok
pagi-pagi ibu akan menggantikan perban itu dengan lap dapur, saputangan itu
dicuci” (Hal. 24)
§ Nilai Budaya.
Yaitu konsep masalah dasar yang sangat penting dan bernilai
dalam kehidupan manusia ( misalnya adat istiadat ,kesenian, kepercayaan,
upacara adat ).
Dalam novel ini, nilai tersebut terbukti pada kutipan “Saat
kami akan turun dia memberikan kami selembar uang sepuluh ribuan” (Hal. 24)
§ Nilai pendidikan.
Nilai
pendidikan adalah hal-hal yang berhubungan dengan pendidikan dalam novel
tersebut. Dalam novel ini, Tania yang bersemangat kembali sekolah, hingga dia
didukung penuh oleh Danar untuk melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di
Singapura, kemudian dilanjutkan Sekolah Menengah Atas, hingga kuliah. Nilai
yang dicapainya memuaskan.
KELEMAHAN DAN
KELEBIHAN NOVEL
A.
Kelebihan Buku :
§ Isi
dari buku tersebut membawa pembaca pada suasana sesungguhnya, pada perasaan
yang dialami si tokoh utama.
§ Penulisan
nya menarik dengan menambahkan beberapa teks percakapan melalui Chating antara
tokoh utama dan tokoh lainnya.
§ Terkesan
humor dan romantis.
§ Menguras
perasaan pembaca untuk ikut merasakan jadi tokoh utama.
§ Gaya bahasanya bagus dan sangat mudah dipahami.
Bahasanya yang indah untuk didengar dan sangat puitis sehingga si pembaca
sangat nyaman dan senang dalam membaca novel tersebut
B.
Kekurangan Buku:
§ Alur
yang terlalu berputar-putar membuat pembaca harus benar-benar fokus pada awal
cerita.
§ Cerita
yang kurang masuk akal, dengan si tokoh utama yang jatuh cinta pada lelaki yang
jauh lebih dewasa.
§ Cerita
seorang anak kecil berumur sebelas tahun namun harusnya tidak dibaca pada anak
seumurannya, karena dalam kehidupan nyata sangat jarang sekali gadis kecil
jatuh cinta pada laki-laki berumur 25 tahun.
§ Ada beberapa istilah yang sulit dimengerti
§ Mengenai EYD :
-
Pada halaman 19 kutipan “Dia menatapku dengan pandangan itu.” Seharunya kata ‘itu’ tidak miring.
-
Pada halaman 59 paragraf 6 seharusnya tidak terlalu
banyak menggunakan titik.
-
Pada halaman 233 kutipan “Seseorang yang kukagumi, memesona.” Kata ‘memesona’ itu
seharunya ‘mempesona’.
-
Pada halaman 249 kutipan ‘dedetakmengerti’ seharusnya
pakai spasi seperti ini ‘Dede tak mengerti’.